Ilmuwan Singapura di Garda Terdepan Melawan Covid-19 (1)

Berita Asli : Coronavirus: Singapore scientists on the front lines of fight against Covid-19 – Straits Time

Alih Bahasa oleh Reza Ervani (reza@rumahilmu.or.id)

Professor Jackie Ying, yang memimpin NanoBio Lab pada Biro Sains, Teknologi dan Riset (A *Star) dan timnya telah berhasil membuat sebuah rapid test yang dapat menginformasikan apakah seseorang terinfeksi Covid-19 hanya dalam waktu 5 menit. Jika nanti disetujui, maka ini adalah sistem pengujian tercepat untuk Covid19 yang ada saat ini

Mereka berharap dapat mendaftarkan sistem pengujian tersebut dalam waktu satu bulan ini.

Pengujian ini dilakukan dengan mengamati material genetik virus dari sekresi pasien yang dikumpulkan dari suatu usapan (swab)

Sampel ini kemudian diletakkan di sebuah perangkat portable yang akan menunjukkan hasilnya dalam selang 5 hingga 10 menit, menggunakan metode amplifikasi yang sangat cepat. Mereka pun menamakan metode ini dengan nama “Cepat”

“Kami sudah melakukan beberapa validasi preliminari klinis di KK Women’s and Children Hospital menggunakan sample pasien sebenarnya, dan mendapati pengujian ini sangat sensitif dan akurat”,demikian tutur Profesor Ying.

Begitu sistem pengujian ini disetujui, maka teknologi tersebut dapat digunakan untuk membuat perangkat untuk rumah sakit. Dapat pula diadaptasi untuk digunakan pada praktisi klinik umum, lanjut beliau.

Dia dan tim-nya bersama-sama dengan para peneliti diseluruh dunia berlomba-lomba untuk membuat pengujian point-of-care yang dapat melakukan pengujian yang lebih cepat daripada pengujian lab standar yang ada saat ini. Tantangannya menurut beliau adalah mengembangkan diagnostik yang cepat dan akurat dan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin yang mahal.

Seiring perkembangan pandemi, perhatian tertuju pada gagalnya pengujian untuk menahan laju penularan – serta tidak dapat mengungkapkan kasus dalam jumlah yang lebih besar

WHO juga telah menekankan kebutuhan akan “pengujian, pengujian, pengujian”, sebagaimana mereka juga mendorong agar kasus dapat segera dikenali dan diisolasi, sebelum menular kepada orang yang lebih banyak.

Beberapa negara yang mampu untuk melakukan pengujian dalam skala luas, seperti Amerika Serikat, juga mengalami kendala kekurangan sistem pengujian.

Di Singapura, pengujian dimulai pada bulan Januari di National Center of Infectious Diseases, dimana Laboratorium Kesehatan Masyarakat Nasional berpusat. Pada akhir Januari seluruh rumah sakit umum di Singapura dapat melakukan pengetesan Covid-19. Demikian yang dipaparkan oleh direktur kelompok medis di National University Health System, Profesor Dale Fisher.

Singapura kemudian melakukan pengujian kepada setiap orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan gangguan pernafasan dan orang-orang yang pernah kontak dengan pasien Covid19

“Kurang dari 1 persen hasil pengujian menunjukkan positif, yang mencerminkan banyaknya pengujian yang sudah dilakukan”,demikian paparnya.

Ada pengujian lab standar yang mengamati material genetik virus dari sekresi pasien, yang biasanya diambil dari usapan pada nasofaring.

Pengujian ini membutuhkan setidaknya dua atau tiga jam untuk menunjukkan hasilnya dan membutuhkan semacam mesin khusus. Jika sampel yang ada butuh untuk diantar, maka waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama.

Pengujian ini pertama-tama mengkonversi RNA coronavirus menjadi DNA dengan metode yang dikenal dengan Reverse Transcription (RT). Kemudian teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) digunakan untuk mengamplifikasi material genetik dari virus sehingga dapat dengan lebih mudah dideteksi.

Tes ini disebut RT-PCR Test.

“Pada dasarnya dia semacam fotokopi molekular. PCR ditemukan pada tahun 1984, dan bahkan dengan mesin yang ada saat ini, sekitar 60 persen waktu dihabiskan untuk menunggu mesin tersebut menjadi panas dan juga menjadi dingin, saat digunakan”, demikian penjelasan Prof. Ying.

Penemuan terakhir oleh Prof Ying dan Mahasiswa bimbingan PhD-nya Muhammad Nadjad Abdul Rahim adlah metode yang mengamplifikasi DNA/RNA tertentu dalam satu temperatur tunggal.

Tidak seperti PCR, metode yang mereka buat dapat “memfotokopi” material genetik dari virus berjuta kali. Perbedaan dari metode terbaru mereka adalah metode tersebut dapat mencapai kecepatan jutaan penyalinan dalam waktu satu menit.

Satu alasan kunci sehingga metode itu tidak serupa dengan PCR, adalah pendekatan mereka tidak membutuhkan pemanasan dan pendinginan antara setiap langkah amplifikasi. Hal ini dimungkinkan dengan sebuah enzim khusus yang dikembangkan di Lab Prof. Ying. (reza@rumahilmu.or.id)

Bersambung ke Bagian 2

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*