Berita 93 : Parlemen Jepang Sahkan Peraturan Kriminalisasi Pembuatan Virus

Minimnya situs berita Open Source berbahasa Indonesia, membuat penulis tergerak untuk mencantumkan kolom berita di blog ini. Berita akan diambil dari berbagai sumber di Internet, diterjemahkan ke Bahasa Indonesia agar bisa menjangkau lebih banyak pihak. Seperti ruang tanya jawab yang mencapai 4 artikel baru setiap harinya, berita-berita juga insya Allah akan diupdate secara harian di blog ini. Berita-berita hanya akan dimuat di KATEGORI BERITA dan selalu dibuat menempel di bagian paling atas Blog ini. Semoga menjadi sumbangsih kecil bagi dunia Open Source di Indonesia. Selamat menikmati. Artikel asli Berbahasa Inggris dapat dilihat dengan mengklik pranala nama domain di tiap awal artikel.

Parlemen Jepang Sahkan Peraturan Kriminalisasi Pembuatan Virus

Mainichi.Jp – TOKYO (Kyodo) – parlemen Jepang memberlakukan peraturan mulai hari Jumat lalu yang mengkriminalkan pembuatan atau pendistribusian virus komputer.Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti masalah pertumbuhan kejahatan dunia maya. Tapi para kritikus mengatakan langkah itu bisa melanggar privasi komunikasi yang dijamin secara konstitusional.

Dengan RUU yang bertujuan merevisi KUHP disetujui oleh mayoritas Anggota Dewan, pemerintah bermaksud untuk membentuk sebuah Konvensi Cybercrime, sebuah perjanjian yang menetapkan kerjasama internasional dalam menyelidiki kejahatan di dunia maya.

Otoritas investigasi Jepang sejauh ini kesulitan mengejar pelaku serangkaian serangan cyber pada kantor-kantor pemerintah, perusahaan dan individu karena tidak adanya hukum nasional yang dirancang khusus untuk menghukum penciptaan virus dan tindakan berbahaya lainnya pada jaringan komputer.

Undang-undang menetapkan pembuatan atau pendistribusian virus komputer dengan tanpa alasan yang masuk akal dikenakan hukuman hingga tiga tahun penjara atau denda ¥ 500.000, sementara akuisisi atau penyimpanan virus dapat dihukum satu hingga dua tahun penjara atau denda ¥ 300.000.

Undang-undang ini juga mengatur hukuman untuk pengiriman e-mail yang berisi gambar-gambar porno secara acak.

Undang-undang kontroversial ini memungkinkan data diambil atau disalin dari server komputer yang terhubung melalui jaringan online disita untuk penyelidikan.

Hal ini juga memungkinkan pemerintah untuk meminta penyedia layanan Internet menyimpan log komunikasi, seperti nama e-mail pengirim dan penerima, hingga 60 hari.

Karena kekhawatiran penyimpanan log komunikasi tersebut bisa melanggar privasi komunikasi yang dijamin oleh Konstitusi, Majelis tinggi Komite Urusan Yudisial untuk resolusi undang-undang menyerukan pihak berwenang untuk menerapkan hukum secara tepat.

Pemerintah mengajukan undang-undang serupa di Diet pada tahun 2003 dan 2005, tetapi selalu gagal karena adanya tentangan yang kuat pada klausul yang menyatakan tindakan konspirasi sekelompok orang dapat dinyatakan sebagai kriminal yang diajukan secara bersamaan bersama dengan klausul lain.

Undang-undang terbaru saat ini tidak berisi klausul seperti itu, yang semula dimaksudkan untuk memerangi kejahatan terorganisir.

Konvensi Cybercrime, yang diadopsi oleh Dewan Eropa pada November 2001, mulai berlaku pada tahun 2004, dengan 31 negara yang telah meratifikasi sejauh ini. Konvensi ini menyatakan antara lain pihak yang melakukan akses tidak sah ke sistem komputer, atau menyimpan gambar pornografi anak serta melanggar hak cipta, dapat dikenakan tuntutan kriminal.

Jepang menyetujui konvensi tersebut di Diet pada tahun 2004, tetapi tidak memberlakukan perjanjian tersebut karena ketiadaan hukum domestik.

Mainichi, Jepang

Terjemah Bebas oleh Pengelola Blog http://tanyarezaervani.wordpress.com

1 Comment

Leave a Reply to ryanis Cancel reply

Your email address will not be published.


*